Glaukoma adalah salah satu kondisi kerusakan saraf mata yang disertai dengan berkurangnya lapangan pandang, hal ini terkait dengan beberapa faktor yang salah satunya akibat tekanan bola mata yang tinggi.

Tekanan bola mata yang normal adalah sekitar 10-21 mmHg, jika tekanan bola matanya melebihi batas itu maka berisiko terkena glaukoma yang bisa mengakibatkan kebutaan permanen.

“Kerusakan saraf yang terjadi membuat aliran cairan di mata terhambat sehingga menjadi bengkak, akibat aliran yang terganggu ini membuat tekanan bola mata menjadi tinggi,” tambahnya.

Badan kesehatan dunia (WHO) menuturkan sebanyak 90 persen kasus glaukoma di negara berkembang tidak terdeteksi. Hal ini disebabkan deteksi untuk penyakit glaukoma cukup sulit dan membutuhkan peran aktif dari masyarakat serta dukungan dari pelayanan kesehatan dan pemerintah.

“Salah satu cara untuk mencegah glaukoma adalah dengan melakukan deteksi dini terutama bagi orang yang sudah berusia di atas 40 tahun. Biasanya orang yang glaukoma juga ada yang menunjukkan gejala seperti kesandung, jatuh, suka nabrak tapi hanya sedikit yang merasa sakit,” ujar ketua Perdami (Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia).

Penyakit glaukoma, menurut Dr Virna dibagi menjadi dua tipe yaitu glaukoma akut (biasanya mudah terlihat) dan glaukoma kronik.

Glaukoma akut:

Lebih mudah terdeteksi dengan menggunakan lampu senter.Tanda yang terlihat adalah lapisan kornea mata yang hitam akan berwarna keruhMata merah dan mengalami nyeri hebat yang rasanya mata seperti mau copotDiikuti dengan mual dan muntah.
Penyebabnya:
Anatomi mata yang lebih kecil dari mata normal, diameter kornea lebih kecil dan hipermetropi (menggunakan kacamata lensa plus).Pencetus lainnya yaitu emosi, obat-obatan, lensa yang menggendut (swolen lens) dan penerangan yang redup.
“Salah satu gejala untuk glaukoma akut juga bisa dilihat melalui cahaya, jika seseorang dari ruangan terang masuk ke ruang gelap dan mata terasa sakit, tapi sakitnya hilang ketika orang tersebut kembali ke ruangan yang terang. Ini bisa menjadi indikasi awal,” ujarnya.

Glaukoma kronik:

Tidak menunjukkan gejala dan hanya bisa diketahui melalui deteksi dini.Mata terlihat normal dan kerusakan saraf terjadi secara pelan-pelan sehingga tidak disadari.
Faktor risiko:
Ada anggota keluarga yang menderita glaukomaMengalami myopia (menggunakan lensa minus berat atau diatas minus 3)Memiliki penyakit hipertensi, hipotensi, migren, gangguan vaskuler dan diabetes melitus.
Jika glaukoma bisa dideteksi lebih dini, perawatan yang diberikan bisa dengan menggunakan obat-obatan untuk menurunkan tekanan bola mata sehingga bisa mencegah kebutaan.

Tapi jika obat-obatan sudah tidak mempan, maka jalan satu-satunya adalah melalui tindakan laser atau operasi untuk membuat saluran baru agar cairan dalam bola mata bisa keluar.

“Pemeriksaan yang dilakukan untuk deteksi dini glaukoma adalah dengan alat tonometri untuk melihat tekanan bola mata dan alat ophtalmoskopi untuk melihat ada kerusakan di saraf mata atau tidak,” ujar DR Dr Ike Sumantri Wiyogo, SpM, ketua Seminat Glaukoma Perdami.

Sedangkan untuk deteksi dini di puskesmas bisa menggunakan alat chiotz yang berguna untuk mengukur tekanan bola mata secara sederhana.